Selasa, 03 September 2019

Jebakan Iblis bagi Ahli Ibadah

Jebakan Iblis Bagi Ahli Ibadah
Ustadz Jauhari, Lc

Denpasar, Ahad 1 September 19
“Sesungguhnya, setan itu musuh bagimu, maka perilakukanlah ia sebagai musuh, karena sesungguhnya setan itu hanya mengajak golongannya agar mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala,” arti Qs. Al-Fatir ayat 6
 Syetan adalah kata sifat untuk menyebut seluruh makhluk yang berusaha keras menyesatkan manusia.Iblis adalah syetan pertama yang membangkang kepada Allah ketika Dia menciptakan Adam. Menurut kisah Al Qur'an di dalam surat Al-A’raf, Allah menciptakan Adam dan kemudian memanggil para malaikat untuk bersujud kepadanya. Malaikat-pun patuh pada perintah Allah, tetapi Iblis menolak sujud kepada Adam. Dia dengan sombong berkata bahwa dia lebih mulia daripada manusia. Karena ketidakpatuhan dan pembangkangannya, dia diusir oleh Allah dari surga-Nya.
Iblis semakin dendam dengan manusia, selain perintah harus bersujud kepadanya, mereka dikeluarkan dari surga juga karena makhluk bernama ‘manusia’. Dendam mereka terbalaskan ketika menggoda adam dan hawa untuk mendekati sebuah pohon yang tidak boleh di dekati. Karena bujukan dari iblis mereka pun mendekati pohon tersebut mengambil buah serta memakannya. Karenanya adam dan hawa juga dikeluarkan dari surga oleh Allah Swt.
Tidak berhenti di situ saja, iblis meminta penangguhan waktu untuk menggoda manusia, agar mereka ingkar kepada Allah Swt, dan menjadi temannya kelak di neraka jahanam.
“Kemudian pasti aku akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Enkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur,” Arti Qs. Al-A’raf ayat 17.
Kenapa iblis tidak menggoda manusia melalui atas? Karena dia tahu, bahwa Allah berada di atas mereka, dan jika Allah Swt. berkehendak memberikan hidayah dan petunjuk kepada hamba-Nya, iblis pun tidak bisa melakukan apa-apa. 
Sedangkan dari depan, iblis menggoda manusia melalui urusan dunia. Memperlihatkan bahwa dunia adalah tempat bersenang-senang yang kekal, membuat manusia tamak akan harta dan lupa bahwa dunia sementara dan akhirat selamanya. Padahal sudah dijelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, “jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing atau bahkan seperti orang yang sekedar lewat (musafir). Tersebab godaan tersebut, manusia hanya mengejar harta dan sangat kurang dalam hal ibadah kedapa Allah Swt.
Dari belakang, iblis menggoda manusia melalui urusan akhirat. Dimana iblis menghadirkan sifat terbalik dari zuhud. Seharusnya zuhud digunakan untuk perkara dunia, karena godaan iblis manusia memandang remeh urusan akhirat dan kadang ada yang tak memikirkan urusan akhirat.
Dari kanan, kesamaran/ keraguan dalam urusan agama. Syubhat adalah perkara yang masih samar hukumnya, apakah halal atau haram. Jika kita menemukan perkara semacam ini, maka lebih utama ditinggalkan.
Dan dari kiri, iblis menggoda manusia dengan cara membuat indah dosa-dosa yang manusia lakukan, sehingga terkadang tidak menyadari apa yang ia perbuat termasuk perbuatan dosa. Contohnya gibah, saking asiknya ngobrol tiba-tiba topik pembicaraan berubah membicarakan aib seseorang, padahal sudah jelas bahwa ‘gibah’ adalah dosa.
Berikut beberapa contoh tipu daya iblis/ jebakan iblis bagi ahli ibadah:
Iblis akan membawa manusia ketempat dimana ada keindahan/ kenikmatan padahal itu dosa besar.
Alkisah ada seorang laki-laki yang ahli ibadah yang diakhir hayatnya meninggal dalam keadaan kafir. Iblis menggoda laki-laki tersebut dengan cara menyamar, menunjukan suatu tempat dan untuk menggoda laki-laki tersebut. Sehingga laki-laki tersebut minum minuman keras, berzina dan membunuh. Ketika dia akan dihukum mati, iblis pun datang kembali untuk menggoda, akhirnya dia meninggal dalam keadaan kafir karena di akhir hayatnya ia bersujud pada iblis.
Iblis itu meneliti setiap jiwa, ia mampu melihat kelemahan manusia, jika manusia malas, maka akan ia buat malas seterusnya, dan jika ia taat maka ia akan menyiapkan godaan yang lebih kuat. 
Maka jangan sampai kita memiliki sifat sombong, karena itu adalah celah setan masuk untuk menggoda.
Iblis menimbulkan rasa takut kepada kaum muslim untuk berjuang dalam islam. (kajian, jihad, dll)
Kaum muslim yang sudah mengerti dan memahami suatu perintah dalam al-qur’an tetapi masih menyelisihi karena merasa takut termasuk dalam kategori orang munafik.
Menghadirkan rasa was-was saat ibadah
Ada saja yang iblis lakukan untuk membuat manusia lalai dalam ibadah termasuk membisikan rasa was-was. Jika rasa itu datang, berdo’alah mohon pertolongan Allah dan hilangkan rasa was-was itu.
Contoh nyata, ketika wudhu iblis membisikan was-was bahwa wudhunya kurang bersih, tangan belum sampai ke siku dll. Akhirnya kita mengulangi wudhu dan iblis pun masih kukuh membisikan rasa was-was hingga akhirnya iqomah berkumandang dan kita tertinggal sholat berjama’ah.
Ketika sholat pun iblis juga tetap membisikan rasa was-was, dengan membuat manusia lupa bacaan, lupa jumlah rokaat, teringat urusan dunia, rasa ingin kentut dsb. Jika rasa ingin kentut itu datang, jika tidak terdengar bunyi kentut dan bau kentut maka lanjutkanlah sholat, karena itu adalah godaan iblis agar kita membatalkan sholat.
Marilah kita terus berdoa kepada Allah Swt. agar terhindar dari godaan iblis yang terkutuk, dan mematikan kita dalam kematian yang khusnul khatimah, aamiin.
Ya muqallibal quluubi tsabbit qalbi ‘ala dinika, wahai Allah yang Maha membolak-balikan hati manusia, teguhkan hatiku diatas agama Mu, aamiin.
@eentiis
***

Senin, 11 Maret 2019

Gelisah


Gelisah


… lanjutan ke-4
Gelisah, badan lemas serasa tak punya kekuatan kurasakan hampir lebih 2 pekan. Termasuk ketika menunggu berita mas Wahyu yang hari itu akan bertamu. Apa yang mereka bicarakan, bagaimana keputusan dan masih banyak pertanyaan yang terlintas dibenakku.
Ku coba menghubungi teteh menanyakan kondisi rumah, dan jawaban teteh semakin membuatku penasaran. Hingga akhirnya ada pesan masuk dari ustadzah Eka yang membuatku tambah kacau,
“Alhamdulillah, barakallah mas Wahyu minta minggu ini khitbahnya, antara Sabtu atau Ahad,”
“kalau hari Sabtu, Ahadnya mas Wahyu balik ke Lombok pun sebaliknya.”
Hello… Secepat itukah, baru kemarin ketemu udah mau dilamar saja, berilah aku sedikit waktu untuk bisa bernafas, makan dan tidur dengan nyenyak dan pastinya sholat istikharah.
Tubuhku semakin gemetar seolah tak punya daya kekuatan karena memang akhir-akhir itu hanya beberapa suap nasi yang masuk ke perut. Aku langsung menghubungi mas Raka, menyampaikan keinginanku, bahwa aku belum siap dilamar masih butuh banyak pertimbangan diundur saja sampai bulan Februari.
“Mas Wahyu pengen secepatnya San, biar tenang kalau sudah mengkhitbahmu,” kata mas Raka sesudah dia menghubungi mas Wahyu.
“Tapi ya jangan secepat itulah,”
“Mas Wahyu bisa pulang kapan saja kan? Nah itu bulan Februari ada tanggal merah,”
“Apa yang membuatmu meminta bulan Februari?” Tanya mas Raka.
“Biarkan saya bernafas dulu, sekalian pengen sholat istikharah,”
“Pekan ini aku halangan sampai besok Sabtu, jadi belum bisa sholat,” ucapku.
“Hlah, kok sholat istikharah, apa yang membuatmu masih ragu dari mas Wahyu?” Tanya mas Raka serius.
“Sampai sekarang belum ada, tapi nggak ada salahnya kan sholat Istikharah biar makin mantab,” jawabku.
“Ya sudah, sholat istikharahnya dengan niat memantabkan hati saja kalau begitu.”
“Makanya itu, bulan Februari saja ya Khitbahnya sampaikan ke mas Wahyu,” ucapku dengan memelas.
“Lebih cepat lebih baik San, coba nanti diskusikan dulu dengan keluarga,” kata mas Raka menyudahi pembicaraan kami.
Bel pulang pun berbunyi, hujan masih turun dengan derasnya. Sebelum pulang kerumah, aku mampir ke sebuah warung makan untuk mengisi lambung bersama sahabat tercinta, tiba-tiba handphone berbunyi ada sebuah pesan dari bapak yang menanyakan keberadaanku sekarang. Ya mungkin mereka ingin cepat-cepat menceritakan kejadian tadi pagi denganku.
Sesampainya di rumah, dengan sumringahnya mereka menceritakan kejadian tadi pagi, dan mengajakku kerumah pakde untuk menanyakan kapan siap menerima tamu. Dan entah kenapa saat itu, aku tak mengungkapkan keinginanku untuk mengudurkan lamaran hingga awal Februari.
Di rumah pakde pun aku dibuat gemetar ketika tiba-tiba mereka juga mencarikan tanggal pernikahan kami, dilamar aja belum sudah membicarakan tanggal pernikahan. Dan yang membuatku tercengang bukan bulan April yang mereka tentukan tetapi malah bulan Maret, lebih cepat dari saran ust Eka.
Pembicaraan mereka pun sudah mengarah ke pernikahan sedangkan memikirkan dilamar saja saya sudah tidak karuan apa lagi memikirkan hal itu, kode pun ku berikan agar menyudahi percakapan dan kembali pulang.
Ku sampaikan semua pembicaraan tadi kepada mas Raka untuk diteruskan ke mas Wahyu. Entah apa respon mas Wahyu dan keluarga mengetahui hal tersebut, yang jelas saat itu pikiranku kacau, detak jantung terasa sekali, kucoba beberapa kali mengatur nafas tapi masih saja detak jantung berdecak lebih cepat dari biasanya.
Sebenarnya bukan masalah keraguan kepada mas Wahyu, tetapi hanya masalah waktu dan masalah pikiran. Aku terlalu berat memikirkan masa depan hingga tidak bisa menikmati masa sekarang. Pikiranku terbang melayang, memikirkan bagaimana besok saat bertemu bapak dan ibunya, yang sebenarnya aku sudah pernah bertemu dengan mereka. Tetapi dulu karena masalah pekerjaan dan besok tentang masa depan.
Bagaimana respon mereka kepadaku, apakah mereka setuju putranya akan menikah denganku. Apa pertimbangan mereka setuju dan masih banyak lagi pikiran yang meghantui ku saat itu.
Tetapi ada hikmahnya kenapa khitbah itu dipercepat, biar rasa gelisah yang kurasakan segera berakhir digantikan hari hari penantian dengan berbagai persiapan. Semua yang terjadi di dunia ini penuh dengan hikmah, seperti pesan dari Ibnul Qayyim, “Andaikata kita bisa menggali hikmah Allah yang terkandung dalam ciptaan dan urusan-Nya, maka tidak kurang dari ribuan hikmah (yang dapat kita gali). Namun akal kita sangatlah terbatas, pengetahuan kita terlalu sedikit dan ilmu semua makhluk akan sia-sia jika dibandingkan dengan ilmu Allah, sebagaimana sinar lampu yang sia-sia dibawah sinar matahari.”
Hari yang menegangkan part 1 pun tiba, ya part 1 karena besok bakal ada part berikutnya yang lebih menegangkan, berkujung ke rumah calon mertua untuk pertama kali, cari seserahan bersama saudaranya mungkin dan lain sebagainya. Banyak kejutan dan ketegangan yang terjadi ketika memilih untuk ta’aruf dan kalau bisa terlewati rasanya nikmat sekali, bisa senyum senyum sendiri ketika flash back.
Sebuah mobil xenia biru memasuki halaman rumah, gemetar dan salah tingkah tak bisa ku tutupi ketika rombongan satu persatu turun dari mobil. Alhamdulillah tidak semenakutkan yang saya bayangkan ketika pertama kali berjabat tangan dan mencium pipi ibu dari mas Wahyu.
Pertemuan pun dilanjutkan di dalam rumah, dari keluarga saya sudah mengundang tokoh masyarakat untuk ikut bermusyawarah. Semua berjalan dengan lancar hingga ketika aku ditanya mau kah menerima pinangan dari mas Wahyu, seketika bingung mau jawab apa, karena nggak ada kordinasi sebelumnya, dan dari cerita teman ketika lamaran pun dia tidak ikut terlibat di dalamnya. Dengan malu malu tapi mau, aku pun mengiyakan tawaran tersebut.
Setelah sepakat tanggal, dan pemberian cinderamata berupa cincin yang dipasangkan ibu mas Wahyu, obrolan dilanjutkan dengan makan siang bersama. Aku langsung masuk ke dalam dan yang lain mengantri mengambil makan siang. Semua menawariku makan, tapi saat itu aku menjawab nggak doyan makan sudah kenyang karena hati senang, gubrak padahal tempo lalu aku yang minta diundur aja lamarannya, setelah dilamar ternyata sedikit ada rasa plong di hati.
Ya begitulah setan, selalu membisikan rasa was-was dalam hati manusia, sehingga manusia merasa khawatir dan takut untuk melangkah, terlebih niat baik untuk beribadah (menikah) pasti setan lebih giat lagi dalam berusaha agar rencana baik itu tidak terlaksana, na’udzubillah mindzalik, mari senantiasa berdoa agar hajat kita dipermudah dan dijauhkan dari godaan setan terkutuk.
“Katakanlah, ‘aku berlindung kepada Tuhannya manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. Dari kejahatan (bisikan) setan yang bersembunyi. Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia. Dari (golongan) jin dan manusia.” (Qs. An-Nas: 1-6)
Setelah proses khitbah, rasanya nggak canggung lagi untuk memikirkan proses selanjutnya, mencari rias, undangan, poto dan lain sebagainya. Sempat bingung juga bagaimana mengurus semua ini, apa boleh saya diskusi dengan mas Wahyu. Pertanyaan itu aku tanyakan ke beberapa teman yang sudah menikah, kebanyakan mereka menjawab ada yang diurus bersama ada yang diurus sendiri, dan itu tidak memberi solusi dari pertanyaanku justru membuatku semakin bingung.
Hingga akhirnya kuberanikan untuk bertanya kepada dia, canggung? Iya pakai banget, awal mula tegur sapa di WA pun masih kaku dan malu, tetapi bagaimana lagi daripada pusing sendiri mending dikomunikasikan. Terlebih lagi setelah proses khitbah kita diperbolehkan komunikasi untuk membahas persiapan-persiapan pernikahan yang kadang di sela sela membicarakan persiapan ada guyon yang diselipkan, hehe jangan dicontoh ya.
Setelah dikhitbah, rencananya kami menyembunyikan berita bahagia tersebut tetapi ternyata mereka mengetahui dengan sendirinya jika aku sudah di khitbah dari jari tengah yang sudah tercincini dan makanan yang aku bawa ke kantor, seperti biasa ketika ada acara jika ada sisa makan selalu ku bawa ke kantor, biasanya acara pengajian tetapi ini langsung ketebak habis lamaran.
Berita bahagia memang cepat sekali menyebar, walaupun banyak yang tahu saya sudah di lamar tetapi mereka tak paham siapa yang melamar. Identitas masih saya rahasiakan, mas Wahyu sendiri pun juga ingin merahasiakan identitasnya, agar ketika kita menyebar undangan mereka terkejut mengetahui siapa calon saya yang ternyata dahulu adalah rekan kerja mereka.
Tetapi ya begitulah, Januari belum berakhir identitas mas Wahyu pun sudah tersebar. Respon mereka selain kaget, Alhamdulillah mendukung kami dan mendoakan kelancaran acara kami.
Sesungguhnya do’a seorang muslim kepada saudaranya di saat saudaranya tidak mengetahuinya adalah do’a yang mustajab (terkabul). Di sisi orang yang akan mendo’akan saudaranya ini ada malaikat yang bertugas mengaminkan do’anya. Tatkala dia mendo’akan saudaranya dengan kebaikan, malaikat tersebut akan berkata : ‘aamiin, engkau akan mendapatkan semisal dengan saudaramu tadi.’” (HR. Muslim)
Teruntuk saudaraku semuslim, mohon doanya untuk niat baik kami. Semoga segala persiapan menuju akad nikah diberi kemudahan serta kelancaran oleh Allah Swt. dan kelak setelah menikah semoga kami bisa membangun keluarga yang sakinnah mawadah dan rahmah. Aamiin.
Dan teruntuk single lillah tetaplah istiqamah dalam memperbaiki diri, percayalah semua orang memiliki ceritanya sendiri dalam menemukan sang pujaan hati yang selama ini dinanti. Saya tunggu cerita dari kalian, semoga bisa menginspirasi saudara muslim lainnya. Semoga diberi kemudahan serta kelancaran dalam segala urusan, aamiin.
Terimakasih sudah membaca cerita kami, mohon maaf jika ada yang kurang berkenan ambil positifnya dan buang jauh-jauh sisi buruknya. Semoga bermanfaat.
***

Jumat, 01 Maret 2019

Sebuah Pertemuan


Sebuah Pertemuan

... lanjutan ke-3

Tak pernah sebelumnya aku terbuka mengenai seorang pria kepada keluarga. Ada yang mendekat dan berusaha pun tak kuceritakan kepada mereka. Hanya saja keluarga memberi syarat cari yang dekat saja.
Ya, ada beberapa yang mengenalkan, kerjanya di Kalimantan, Lampung atau Jakarta aku katakan tidak kepada mereka tanpa aku berdiskusi terlebih dahulu dengan keluarga. Tapi entah kali ini aku ingin mencoba bersuara, siapa tahu syarat dan ketentuan sudah tak berlaku asalkan lillahita’ala.
Memang aku tipe pribadi yang tertutup dengan keluarga dan terbuka dengan teman sebaya, aneh rasanya tapi memang aku malu jika bercerita kepada keluarga tentang hal itu. Dulu pernah nekat melakukan proses ta’aruf tanpa sepengetahuan mereka, pikirku izin kepada mereka di akhir saja, jika sudah cocok satu sama lain. Tapi ternyata ketika ku berproses penuh dengan keraguan, dan akhirnya aku berhenti berproses dengan dia.
Dari ‘Abdullah bin Amr bin ‘Ash Radhiyallahu’anhuma, bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Ridha Allah bergantung kepada keridhaan orang tua dan murka Allah bergantung kepada kemurkaan orang tua.” Hadits Sahih diriwayatkan oleh  Bukhari
Memang benar, ridho Allah terletak pada ridho orangtua, jadi tips buat yang mau berproses pertama adalah minta restu dari orang tua, jika orang tua sudah ridho rasanya tenang dalam melangkah dan tips kedua adalah cari perantara yang benar dalam arti tahu ilmunya dan yang amanah, insya Allah dipermudah dan dilancarkan prosesnya.
Seperti layaknya aku, sampai sekarang rasanya seperti mimpi, cepet banget prosesnya, ya memang harus begitu, karena ada 5 perkara yang harus dipercepat yang mana 5 perkara itu tercantum dalam Hilyatul Auliya’ karya Abu Nu’aim Al Ashbahani.
Ketergesa-gesaan biasa dikatakan dari setan, kecuali dalam 5 perkara: menjamu tamu, mengurus mayit ketika meninggal, menikahkan seorang gadis jika sudah bertemu jodohnya, melunasi hutang, segera bertaubat.
Selisih satu hari setelah aku membaca biodatanya, ku beranikan diri untuk meminta restu dari keluarga. Alhamdulillah ada moment yang pas, ketika kami keluar untuk makan malam bersama. Ya disana aku mencoba membuka suara dan jawaban mereka diluar dugaan, mereka mengiyakan walaupun mereka tahu kalau mas Wahyu kerjanya di luar jawa, mereka seolah sudah mengikhlaskanku karena inilah yang mereka tunggu, ada laki-lali yang ingin meminang anak gadisnya, semacam the power of kepepet kali ya hehe.
Anggapan mereka selama ini, aku nggak ada usaha sama sekali ibaratnya hanya nunggu ada jodoh jatuh dari langit, padahal usahaku sudah maksimal untuk menjemputnya. Setiap ada teman yang membullyku karena status single, selalu aku ajak diskusi daripada bully mending aku dibantu deh, siapa tahu ada temenmu yang recomended untukku.
Dan ucapanku mereka anggap serius, ya sebenernya memang serius sih tapi nggak nyangka mereka gerak cepat buat ngenalin aku ke teman/saudaranya. Ya memang salahku sih kenapa aku harus ngomong kayak gitu, mau nggak mau aku harus menanggapi mereka.
Awalnya mereka ku anggap hanya teman saja, lumayan kan tambah teman. Tapi berjalannya waktu aku mulai merasa risih, gelisah rasanya ketika aku menanggapi pesan dari mereka.
Satu persatu aku hentikan komunikasi dengan mereka, ada yang akunnya aku delcon, nomor aku block, pesan instagram aku balas singkat dll. Memang harus setega dan setegas itu dengan mereka, karena aku ingin mencari ketenangan dan ketentraman hati.
Rasulullah Saw. bersabda, “Kebaikan adalah berakhlak mulia, sedangkan kejelekan (dosa) adalah sesuatu yang menggelisahkan jiwa/ membuat tidak tenang dan engkau tidak suka jika nampak di tengah-tengah (diketahui) manusia.” (HR. Muslim)
Berbeda dengan mas Wahyu, dia menghargai setiap prosesnya. Ya seperti yang sudah aku ceritakan pada kisah pertama, aku pernah menuliskan doaku dalam buku,
Aku takut untuk untuk berta’aruf, tetapi aku tak mau melalui pacaran dalam pencarian. Ya Allah, semoga kelak aku bisa berproses dengan seseorang yang sebelumnya aku ketahui asal usulnya dan semoga prosesku lewat ustadzah Eka.
Dan Alhamdulillah Allah Swt menjawab doaku dengan menghadirkan mas Wahyu. Nilai positif buat dia adalah bisa menahan tidak berkomunikasi selama berproses, walaupun kita sama sama menyimpan kontak, ya berbeda dari yang lama.
Setelah mendapat lampu hijau dari orang tua, ku hubungi mas Raka dan ku katakan aku siap untuk proses selanjutnya, bertemu untuk saling melihat satu sama lain dan memberikan pertanyaan atau sering disebut nazhor.
Tak mau berlama-lama, kami putuskan untuk nazhor di tanggal 1 Januari 2019. Jangan tanya bagaimana kondisiku di malam tahun baru, nggak bisa tidur? Sudah pasti! Tetapi ku coba untuk bertanya kepada sahabat yang sudah lebih dulu berproses, apa yang harus aku persiapkan untuk sebuah pertemuan yang akan menjadi kenangan.
Pagi harinya, aku mengirimkan pesan kepada ustadzah Eka, bahwa aku akan tiba dirumahnya sebelum adzan Dzuhur berkumandang, tetapi kenyataannya aku berangkat ketika mendapat wa dari Ust Eka yang mengabarkan bahwa mas Wahyu sudah meluncur ke lokasi.
Pikirku perjalanan mas Wahyu dan mas Raka akan memakan waktu yang lama, jadi aku masih punya sedikit waktu untuk meminta nasehat ustadzah Eka. Tapi Qadarullah, aku lupa jalan menuju rumah beliau, tanya tetangga sekitar dan buka google map pun sudah ku coba, hingga akhirnya ku menemukan rumah yang akan menjadi saksi pertemuan kita.
Baru masuk ke rumah beliau, kulihat pesan WA ternyata mas Wahyu dan mas Raka sudah berada di gang dekat rumah ust Eka. Gugup rasanya, belum jadi minta nasehat mereka sudah datang saja. Ust Eka juga menyayangkan kedatanganku yang mepet, mau bagaimana lagi urusan rumah belum selesai.
“Mb Santi, keluarlah!”
“Ini mas Wahyu sudah datang,” kata Ust Eka yang memanggilku dari tempat persembunyian, ya memang karena baru datang hati belum tenang, eh mas Wahyu sudah tiba, ya saya langsung sembunyi dong ya.
Dengan perasaan yang campur aduk, aku keluar menemui mereka dengan membawa sebuah buku kecil yang berisi pertanyaan pertanyaan bak wartawan yang akan mewawancarai narasumber.
Agar pertemuan kali itu mendapat ridho dari-Nya, ust Eka membuka dengan membaca basmallah kemudian dilanjutkan dengan saling memberi pertanyaan sama lain. Mas Wahyu tahu bahwa di buku ku banyak sekali pertanyaan yang sudah ku catat, dia mempersilahkanku terlebih dahulu untuk bertanya, tetapi karena kondisi hati masih nggak karuan, ku persilahkan mas Wahyu untuk lebih dulu bertanya.
“Sebelum ini sudah pernah ta’aruf?” Tanya mas Wahyu yang seolah mengingatkanku tentang masa lalu.
“Sudah pernah, satu kali,” jawabku dengan memandang ust Eka. Dan ust Eka sedikit bingung dengan siapa aku dulu berproses, setelah aku kode beliau pun ingat.
“Baru saja atau sudah lama?” Tanya nya lagi.
“Sekitar satu tahun yang lalu,” jawab Ustadzah Eka, karena saya juga sudah lupa kapan proses pertama saya lakukan.
“Kalau ta’aruf swasta sudah pernah belum?” Tanya mas Wahyu yang membuat aku dan ust Eka saling pandang.
“Maksud saya pacaran,” tambah mas Wahyu menjelaskan ucapannya.
“Oalah itu to yang di maksud. Alhamdulillah belum pernah,” jawabku.
Mas Wahyu pun hanya menganggukan kepala mendengar jawabanku, tidak terpikir dibenakku untuk mengajukan pertanyaan serupa dengan dia, karena aku terpaku pada catatan dibuku kecilku. Dan aku baru tahu beberapa hari setelah khitbah bahwa mas Wahyu juga belum pernah pacaran, membawa teman perempuan kerumah untuk dikenalkan orang tua pun juga belum pernah ia lakukan.
 “Tentang kriteria dalam memilih pasangan, ada point se kufu, bagaimana pendapatmu mengenai hal itu?” Tanyaku, setelah ust Eka memberiku kesempatan untuk bertanya.
“Ya kalau menurut saya se kufu itu nggak hanya dalam hal latar belakang keluarga dan pendidikan tetapi juga agama. Yang paling penting setara dalam hal agama lah yang lainnya itu kan hanya pemanis. Setidaknya sama-sama paham ilmu agama walaupun tetap harus saling mengingatkan dan melengkapi,” tutur mas Wahyu.
Pertanyaan demi pertanyaan kami ajukan secara bergantian, hingga akhirnya harus ada keputusan apakah lanjut keproses selanjutnya atau berhenti sampai di sini saja. Ketika ditanya seperti itu mas Wahyu meng iyakan untuk lanjut, sedangkan aku masih harus berpikir dan bertanya kepada kedua orang tua terlebih dahulu, karena di dalam pertanyaan yang saya ajukan ada point tentang kehidupan setelah menikah, apakah masih bisa dipertahankan untuk tinggal di Klaten atau harus ikut dengan dia.
Pertemuan singkat kami pun di tutup dengan membaca hamdalah sebagai wujud syukur atas lancarnya segala urusan. Mas Wahyu dan mas Raka pun pamit pulang, dan aku masih tetap di rumah ust Eka sampai adzan Ashar berkumandang.
“Coba nanti tanya bapak dan ibu, ridho atau tidak,”
“kalau ridho, tanya juga siap menikahkan bulan apa?”
“Kalau saya ngasih saran nikahnya bulan April saja Mbak, bulan Sya’ban biar sebelum Ramadhan sudah sah,” nasehat ust Eka.
“Ust, jangan bulan April lah terlalu cepat itu, habis lebaran saja biar persiapannya bisa maksimal,” jawabku.
“Tanya dulu saja sama orang tua, siapa tahu malah siap kapan saja, bisa jadi sebelum bulan April,”
“lebih cepat lebih baik Mbak,” tutur beliau.
Aku pun pulang, dan menceritakan proses yang baru saja saya lakukan. Alhamdulillah setelah aku ceritakan semuanya, orang tua setuju dan siap menikahkan saya kapan saja. Berita baik itu langsung saya sampaikan kepada ustadzah Eka dan mas Raka agar disampaikan ke mas Wahyu.
Setelah mas Raka menyampaikan kepada mas Wahyu, mas Wahyu pun memiliki itikad baik untuk menemui bapak sebelum ia kembali ke Lombok. Aku usulkan di tanggal 2 Januari 2019 saja, karena kakakku masih di rumah, jadi nggak perlu meminta pakde untuk jadi juru bicara.
“Berarti besok kamu ijin nggak berangkat kerja?” Tanya kakakku.
“Berangkat dong, baru saja masuk di tahun yang baru, masak udah ijin aja,” kataku.
“Hla gimana to, temenmu mau kesini kok kamunya nggak ada?” Kata kakak bingung.
“Dia kesini pengen ketemu bapak kok, bukan aku.”
“Jadi nggak masalah kalau akunya nggak ada, lagian tadi juga sudah ketemu kok.”
“Besok giliran dia menemui bapak untuk meminta restu.”

*to be continue*

Sabtu, 23 Februari 2019

Ketika Aku Mengatakan ‘Iya’


Ketika Aku Mengatakan ‘Iya’

... lanjutan ke-2

Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk berpikir, karena memang jika aku belum memutuskan akan mengganggu ketenangan kedua belah pihak, khususnya ketenanganku.
Terbangun di malam hari karena lapar adalah hal yang sangat jarang ku alami, tetapi malam itu aku terbangun, ingin rasanya ku pejamkan lagi mataku, tetapi gelisah tak mau pergi, semakin ku mencoba untuk tidur semakin gelisah itu menjadi-jadi.
Ku angkat badanku yang sudah tenggelam dalam lautan kapuk, kubasuh mukaku dengan air wudhu, ku bersimpuh dihadapanNya, mengadukan isi hati yang berkecambuk.
Ya Rabb, apa yang harus aku lakukan, inikah jawaban atas segala doaku dan buah dari kesabaranku selama ini?
Tak hanya rohani yang ku isi, aku pun mencoba membuka almari, ku cari sesuatu yang bisa mengganjal perut sampai besok pagi. Ku temukan secuil singkong yang terasa roti karena sangat berarti.
Pagi harinya, aku memutuskan untuk memberikan kontak dia ke murobbi, dan juga biodata diri yang sebenarnya sudah aku kirimkan sejak dulu, ya sedikit aku revisi tentang kriteria yang aku idamkan.
Perasaanku sedikit lebih tenang, karena pikirku semua akan berjalan lancar melalui perantara, aku tinggal menjalankan perintah dari murobi tanpa harus bekerja ekstra. Tetapi 2 hari setelah itu, ketenanganku diusik lagi.
Saat itu malam Ahad, dirumah ada acara pengajian remaja. Rasanya deg-degan menunggu adek-adek datang, karena memang baru pertama kali itu setelah sekian tahun tidak memboyong pengajian malam Ahad di rumah. Ketika aku menawarkan untuk mengaji di rumahku, penasehat Permabun pun juga menanyakan dalam rangka apa besok itu. Dengan polosnya aku menjawab, dalam rangka akhir tahun karena saat itu hilal jodoh belum terlihat.
Menunggu adek-adek datang saja rasanya deg-degan kayak gini, apa lagi menunggu dia datang bawa orang tua.
Belum selesai ku mengatur emosi, aku mendapat pesan dari mas Raka, yang isinya mas Wahyu menanyakan kelanjutan dari niat baiknya. Aku pun terheran, bukannya sudah dihubungi oleh murobi, kenapa masih tanya ke aku lagi. Ku kira dia sudah membaca biodataku dan dalam 2 hari ini dia mempertimbangkan apakah ingin melanjutkan proses apa tidak, ternyata sama sekali dia belum dihubungi perantara dikarenakan miss komunikasi.
Kontak dari mas Wahyu aku beri nama ‘Saudara mas Raka’ dan dalam beberapa hari aku sembunyikan dari pembaruan statusku. Karena pernah aku membuat status, kulihat siapa yang melihat statusku, ada nama dia dan langsung badan terasa lemas, malu dan takut rasanya saat itu.
Karena kontak nama yang tidak ada nama ‘Wahyu’, murobi mengira kontak yang aku kirim adalah perantara dari pihak laki-laki (mas Raka). Jadi beliau belum menghubungi mas Wahyu dan mengirimkan biodataku.
Aku pun memutuskan untuk mengirim biodata melalui mas Raka, sebelum itu seperti biasa aku pun meminta pendapat dari sahabat sholihahku, agar aku tidak salah langkah tentang apakah menikah harus dengan seseorang yang se-kufu atau setara dalam hal latar belakang keluarga, pendidikan dan agama. Karena jujur yang membuatku meminta waktu untuk berpikir adalah tentang syarat se-kufu.
“Ya, emang ada yang mensyaratkan seperti itu, tetapi menurutku fine-fine aja kalau memang keduanya mantab walaupun tidak setara. Tetapi memang bebannya lebih banyak.”
Jawab beliau yang dilanjutkan dengan penjelasan melalui WA. Bahwa dahulu kala di arab ada tradisi menikah harus sederajat dalam hal suku kemudian turun QS. Al-Ahzab 36 yang artinya
“Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia telah tersesat dengan kesesatan yang nyata.” 1)
1)menurut Ath-Thabrai, yakni apabila Allah Swt telah menetapkan keputusan terhadap mereka, maka tidak pantas bagi seorang mukmin untuk mencari pilihan lain, selain apa yang telah diputuskan itu.
Atas pencerahan tersebut sedikit banyak membuatku berani mengatakan ‘iya’. Sebenarnya sebelum ini pun, aku banyak mencari pendapat tentang kasus yang sedang saya alami, dan mereka semua mengatakan untuk maju, karena hal tersebut bukanlah masalah yang besar, asalkan agama dia baik kenapa tidak?
Seusai pengajian, kurang lebih pukul 23.00 Wib, ku buka notebook dan ku perbaiki cv ku. Setelah ku rasa cukup ku pindah melalui Bluetooth dan ku kirimkan ke mas Raka, dengan syarat jangan di buka langsung forward ke yang bersangkutan saja.
Tak terasa sudah tengah malam, ku coba untuk memejamkan mata yang sekarang sering kali tak mau dipejamkan. Baru satu jam bisa hanyut dalam kegelapan, suara klakson mobil membangunkanku, ya kakakku datang dari perantauan. Melepas rindu dengan bapak dan ibu.
Mau tak mau aku harus bangun dan menyambut mereka, kakakku dengan istri dan anak perempuannya. Kami pun mengobrol hingga dini hari, dan pagi harinya kami melakukan perjalanan ke Candi Borobudur untuk menjemput kedua anak kembar mereka yang sedang melakukan tour ke Gontor.
Harapanku, segala kegelisahanku hilang ketika melakukan piknik yang serba dadakan itu. Tapi masih saja, jantung ini dibuat berdecak lebih cepat ketika mas Raka memberi tahu bahwa biodata mas Wahyu sudah ada ditangannya. Itu artinya dia setuju dengan segala karakter positif dan negatif yang ada pada diriku dan ingin melanjutkan proses ta’aruf yang insya Allah full barokah.
“Dikirimnya nanti aja ya Mas, aku lagi liburan ini. Biar nggak panik,” jawabku ke mas Raka.
“Halah, tak kasih sekarang saja. Terserah dirimu mau baca kapan,” balas mas Raka disertai dengan biodata mas Wahyu.
Bersamaan dengan dikirimnya biodata mas Wahyu, temanku juga tiba-tiba mengirimkan screen shot rias syar’i, kata dia ‘siapa tahu lagi membutuhkan San’.
Sungguh membuatku berpikir, apakah ini pertanda baik atau hanya kebetulan, tapi di dunia ini tidak ada kebetulan, semua sudah digariskan Sang Pencipta yang pasti selalu ada hikmah di dalamnya.
Sepulang kami dari Candi Borobudur, ku ajak kakakku dan istrinya untuk berdiskusi di dalam mobil, tentang laki-laki itu.
“Dia kerjanya di luar Klaten,” kataku yang mengungkapkan alasan lain yang membuatku masih ragu.
Aku adalah anak terakhir, kedua  kakakku tinggal di Bekasi, itulah yang mengganjal dalam prosesku selain tentang se-kufu yang aku bahas tadi. Jika aku mengatakan ‘iya’ berarti aku menerima dia dengan segala konsekuensinya termasuk meninggalkan kedua orang tuaku dirumah.
“Ya nggak papa, kalau memang jodohmu dia,”
“perempuan itu ikut suaminya,” saran kakakku.
“Bagaimana tentang bapak dan ibu?” Tanyaku.
“Tenang, insya Allah nanti aku dan Rahmat bergantian pulang ke Klaten untuk mengunjungi mereka,”
“Kalau perlu, saya resign bangun usaha di Klaten,” tambah kakakku meyakinkanku.
“Ya kalau mau resign dipikir-pikir dulu lah Yah, usaha apa yang cocok di sini, jangan samakan dengan di Bekasi,” sahut istrinya.
“Besok juga bakalan ada rejeki,” kata kakakku.
“Teteh dulu nikah umur berapa? Udah bisa masak belum?” Tanyaku kepada kakak ipar.
“Teteh usia 19 tahun, mas Yanto usia 25 tahun kayaknya,”
“belum Nduk, masakan yang pertama kali Teteh bisa itu kolak, karena tinggal cemplung,”
“nggak papa belum bisa masak, besok belajar bareng kayak kita dulu ya Yah,” kata Teteh Kartika, kakak Iparku.
“Iya, yang penting agama dia baik, dari keluarga baik-baik. Di ‘iyain’ aja kalau kamu bilang ‘nggak’ emang mau dia sama yang lain?” Tambah kakakku.
“Ya enggak lah, dulu pernah simpati sama dia, sekarang ada kesempatan masak enggak diambil,” jawabku.
 “Berarti lanjut ini?” Tanyaku memastikan.
“Ya terserah kamu, pilih lanjut apa dia lanjut sama yang lain.”

*To be continue*